a. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledon
Famili : 3 Famili (Thymeleaceae, Euphor-biaceae dan Leguminoceae)
Genus : 8 Genus (Aqui-laria, Aetoxylon, Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, Gonystylus, Gyrinops dan Wiekstroemia.
Spesies : 27 jenis
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledon
Famili : 3 Famili (Thymeleaceae, Euphor-biaceae dan Leguminoceae)
Genus : 8 Genus (Aqui-laria, Aetoxylon, Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, Gonystylus, Gyrinops dan Wiekstroemia.
Spesies : 27 jenis
b. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Penyebaran jenis inang gaharu terdapat di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Cina Selatan, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di Pulau Sumatera (10 jenis), Pulau Kalimantan (12 jenis), kemudian dalam jumlah terbatas tumbuh di Kepulauan Nusa Tenggara (2 jenis), Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi 2 jenis, Pulau Jawa (2 jenis), dan Kepulauan Maluku (1 jenis).
Penyebaran jenis inang gaharu terdapat di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Cina Selatan, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di Pulau Sumatera (10 jenis), Pulau Kalimantan (12 jenis), kemudian dalam jumlah terbatas tumbuh di Kepulauan Nusa Tenggara (2 jenis), Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi 2 jenis, Pulau Jawa (2 jenis), dan Kepulauan Maluku (1 jenis).
Kondisi ekologis tempat tumbuh inang gaharu sebagai berikut, suhu
udara 24-32 C, kelembaban udara 80-90 %, dan curah hujan 1.500-2.500 mm
per tahun pada ketinggian yang bervariasi untuk setiap jenis berkisar
10-1.600 m dpl. Khusus untuk jenis Gyrinops versteegii (Gig) Domke di
daerah Nusa Tenggara yang beriklim kering tumbuh pada ketinggian 10-900 m
dpl., topografi dataran rendah sampai pegunungan, pada jenis tanah
bervariasi dengan sifat struktur tanah lempung atau liat, berpasir, pada
tanah marginal, jenis tanah regosol coklat kelabu, mediteran haplik,
dan kambisol eutrik (Pusat Penelitian Tanah,1993) dan pada curah hujan
1.500-2. 000 mm per tahun atau pada tipe iklim C (Schmidt dan
Ferguson,1951).
c. Pemanfaatan
Gaharu banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio, dupa, minyak wangi, dan sebagai obat tradisional.
Gaharu banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio, dupa, minyak wangi, dan sebagai obat tradisional.
d. Jenis dan Habitus
Susatyo (1983) dalam Sumarna (2007) melaporkan bahwa beberapa ciri morfologis, sifat fisik, sebaran tumbuh serta nama daerah jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sebagai berikut:
Susatyo (1983) dalam Sumarna (2007) melaporkan bahwa beberapa ciri morfologis, sifat fisik, sebaran tumbuh serta nama daerah jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sebagai berikut:
a. Aquilaria spp. Pohon dengan tinggi batang yang
dapat mencapai antara 35-40 m, berdiameter sekitar 60 cm, kulit batang
licin berwarna putih atau keputih-putihan dan berkayu keras. Daun
lonjong memanjang dengan ukuran panjang 5-8 cm dan lebar 3-4 cm, ujung
daun runcing, warna daun hijau mengkilat. Bunga berada diujung ranting
atau diketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polongan berbentuk
bulat telur aatau lonjong berukuran sekitar 5 cm panjang dan 3 cm lebar.
Biji/benih berbentuk bulat atau bulat telur yang tertutup bulu-bulu
halus berwarna kemerahan.
b. A. malaccensis di wilayah potensial dapat
mencapai tinggi pohon sekitar 40 m dan diameter 80 cm, beberapa nama
daerah seperti: ahir, karas, gaharu, garu, halim, kereh, mengkaras dan
seringak. Tumbuh pada ketinggian hingga 750 m dpl pada hutan dataran
rendah dan pegunungan, pada daerah yang beriklim panas dengan suhu
rata-rata 32° C dan kelembaban sekitar 70%, dengan curah hujan kurang
dari 2.000 mm/tahun.
c. A. microcarpa tinggi sekitar 35 m berdiameter
sekitar 70 cm dengan nama daerah tengkaras, engkaras, karas, garu
tulang, dan lain-lain. Sedangkan A. filaria tinggi pohon antara 15-18 m
berdiameter sekitar 50 cm, di Irian Jaya memiliki nama daerah age dan di
Maluku las. Tumbuh di hutan dataran rendah, rawa hingga ketinggian
sekitar 150 m, pada kawasan beriklim kering bercurah hujan sekitar 1.000
mm/th. A. beccariana, memiliki nama daerah mengkaras, gaharu dan gumbil
nyabak. Tumbuh hingga ketinggian 850 m.dpl pada kondisi kawasan
beriklim kering dengan curah hujan sekitar 1.500 mm/th.
d. Gyrinops spp. Tumbuhan gaharu jenis ini berbentuk
sebagai pohon yang memiliki ciri dan sifat morfologis yang relatif
hampir sama dengan kelompok anggota famili Thymeleacae lainnya. Daun
lonjong memanjang, hijau tua, tepi daun merata, ujung meruncing, panjang
sekitar 8 cm, lebar 5-6 cm. Buah berwarna kuning- kemerahan dengan
bentuk lonjong. Batang abu-kecoklatan, banyak cabang, tinggi pohon dapat
mencapai 30 m dan berdiameter sekitar 50 cm. Daerah sebaran tumbuh di
wilayah Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan potensi terbesar berada di
Irian Jaya (Papua).
e. Aetoxylon spp. Pohon dengan rataan tinggi sekitar
15 m, berdiameter antara 25-75 cm, kulit batang ke abu-abuan atau
kehitam-hitaman dan bergetah putih. Bentuk daun bulat telur, lonjong,
licin dan mengkilap dan bertanggkai daun sekitar 8 mm. Bunga dalam
kelompok berjumlah antara 5-6 bunga, berbentuk seperti payung, dengan
panjang tangkai bunga sekitar 9 mm, bentuk bunga membulat atau bersegi
lima berdiameter sekitar 4 mm, buah membulat panjang sekitar 3 cm dan
lebar 2 cm, serta tebal 1 cm. Tumbuh pada kawasan hutan dataran rendah
dengan lahan kering berpasir, beriklim sedang dengan curah hujan sekitar
1.400 mm/th, bersuhu sekitar 27° C dan berkelembaban sekitar 80%.
Gaharu dari jenis ini memiliki nama daerah sebagai kayu biduroh, laka,
garu laka, garu buaya, dan pelabayan.
f. Gonystylus spp. Memiliki ciri dan sifat
morfologis dengan tinggi dapat mencapai 45 m dan berdiameter antara
30-120 cm, memiliki tajuk tipis, dan berakar napas (rawa), Bedaun
tunggal, berbentuk bulat telur, panjang 4-15cm, lebar 2-7 cm dengan
ujung runcing, bertangkai daun 8-18 mm, licin dengan warna
hijau-kehitaman. Bunga berbentuk malai berlapis dua, muncul diujung
ranting atau ketiak daun, berwarna kuning, tangkai bunga panjang sekitar
1,5 cm. Berbuah keras,berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing,
memiliki 3 ruang, panjang 4-5 cm, lebar 3-4 cm, benih berwarna hitam.
Gaharu dari jenis ini umumnya terbentuk pada bekas taksis duduk cabang,
sehingga bentuk gaharu terbentuk umumnya berbentuk bulatan-bulatan. Nama
daerah gaharu dari kelompok jenis ini adalah: karas, mengkaras, garu,
halim, alim, ketimunan, pinangbae, nio, garu buaya, garu pinang, bal,
garu hideung, bunta, mengenrai, udi makiri, sirantih, dan lain-lain.
g. Enkleia spp. Tumbuhan penghasil gaharu dari kelompok jenis ini berbentuk tumbuhan memanjat (liana) dengan panjang mencapai 30 m berdiameter sekitar 10 cm, batang kemerah-merahan, beranting dan memiliki alat pengait. Bunga berada diujung ranting, bertangkai bunga dengan panjang mencapai 30 cm, bunga berwarna putih atau kekuningan, Buah bulat-telur, panjang 1,25 cm dan lebar 0,5 cm. Dikenal dengan nama daerah tirap akar, akar dian dan akar hitam, garu cempaka, garu pinang, ki laba, medang karan, mengenrai, udi makiri, garu buaya, bunta, dan lain-lain.
h. Wiekstroemia spp. Pohon berbentuk semak dengan
tinggi mencapai sekitar 7 m dan diameter sekitar 7,5 cm, ranting
kemerah-merahan atau kecoklatan. Daun bulat telur, atau elips/lancet,
panjang 4-12 cm dan lebar 4 cm. Helai daun tipis, licin di dua
permukaan, bertangkai daun panjang 3 cm. Bunga berada diujung ranting
atau ketiak daun, berbentuk malai dan tiap malai menghasilkan 6 bunga
dengan warna kuning, putih kehijauan atau putih, dengan tangkai bunga
sekitar 1 mm, mahkota bunga lonjong atau bulat telur dengan panjang 8 mm
dan lebar 5 mm berwarna merah. Kelompok gaharu dari jenis-jenis ini
dikenal memiliki nama daerah, layak dan pohon pelanduk, kayu linggu,
menameng atau terentak.
i. Dalbergia sp. Sementara hanya ditemukan 1 jenis
yakni D. parvifolia sebagai salah satu dari anggota famili Leguminoceae
merupakan tumbuhan memanjat (liana) dan produk gaharunya kurang disukai
pasar.
j. Excoccaria sp. Genus ini hanya ditemukan 1 jenis
yakni E. agaloccha yang merupakan anggota famili Euphorbiacae tergolong
tumbuhan tinggi dengan tinggi pohon antara 10-20 m dan dapat mencapai
kelas diameter sekitar 40 cm. Produksi gaharunya kurang disukai pasar.
e. Teknik Budidaya
a. Penanganan Benih dan Persemaian
Pengadaan bibit gaharu sementara dapat memanfaatakn potensi tegakan alam gaharu yang masih tersedia sebagai pohon tegakan benih ( seed stand ). Dalam jangka panjang perlu dibina ketersediaan pohon induk ( seed orchard ) yang berperan sebagai sumber bahan tanaman dalam membina budidaya serta sekaligus upaya pelestarian sumberdaya genetik jenis gaharu. Pengadaan bibit gaharu dapat berasal dari biji, anakan cabutan alam, dan stump . Pengunduhan biji dapat dilakukan dari pohon induk. Anakan alam diperoleh dari hasil cabutan yaitu dengan cara mengambil bibit cabutan alam yang memiliki tinggi 15-20 cm, daun lebih dari 6 helai, dan di persemaian akarnya diberi perlakuan hormon tumbuh Rootone-F sebesar 200 ppm dan dipelihara di persemaian sampai umur 4 bulan. Bibit dengan stump bisa diperoleh dari anakan alam maupun lewat persemaian dengan membuat potongan stump dengan panjang batang atas 5 cm dan panjang bagian bawah (akar) 10 cm yang diikuti pemotongan akar serabut dan diberi perlakuan Rootone-F sebesar 200 ppm sebelum ditanam di lapangan. Pengadaan benih gaharu yang berasal dari biji bisa dilakukan dengan pemungutan buah yang telah masak fisiologis. Buah masak jenis Gyrinops verstegii (Gig) Domke terbanyak terjadi pada bulan Januari-Februari dan di luar bulan tersebut gaharu berbuah sangat sedikit. Buah bentuknya bulat lonjong sebesar biji kacang tanah yang telah dikupas, dengan ukuran tinggi 1 cm dan lebar 0,5 cm. Buah tua dicirikan kulit berwarna hijau kekuning-kuningan dan cangkang buah belum merekah. Pemungutan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon dan menjatuhkan buah dengan galah berkait agar buah dapat berjatuhan dan selanjutnya biji dikeluarkan dari buah masak dan segera didederkan di bedeng tabur, karena biji gaharu tidak tahan lama dalam penyimapanan (bersifat recasiltran). Setiap buah mengandung 3-4 biji. Dalam 1 kg buah gaharu terdapat 3.000 biji dengan daya kecambah 65 %. Pemakaian Rootone-F dalam perkecambahan biji dapat meningkatkan persen kecambah sampai 85 % (Surata, 2004). Selanjutnya penyapihan dilakukan di bedeng sapih dengan menggunakan polybag 15 cm x 20 cm, media semai tanah : kompos 4 :1. Persemaian di bedeng sapih dapat menggunakan persemaian permanen ( shade house ) dan persemaian konvensional. Setelah penyapihan maka dilakukan penyiram setiap hari. Bibit gaharu memerlukan umur > 6 bulan di persemaian sebelum ditanam di lapangan. Sebelum pemindahan bibit ke lapangan maka perlu dilakukan pemotongan akar yang tembus polybag dan hardening of (aklimatisasi) yang dilakukan sebulan sebelum penanaman.
b. Teknik Penanaman
Sesuai dengan sifat fisiologis pohon gaharu yang mempunyai sifat toleran (memerlukan naungan) pada awal pertumbuhannya ( vegetaif growth ), maka persiapan lahan tanaman perlu diiringi persiapan pohon penaung. Letak tanaman ditata dalam jalur berjarak 3 atau 6 m yang dibersihkan secara jalur sekitar 1 m dan pohon atau semak di sekitarnya dibiarkan sebagai penaung. Jarak tanam dalam jalur 3 m atau 6 m, lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Modifikasi jarak tanam ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi tapak setempat jenis pohon penaung yang sudah ada dengan pengaturan pohon penaung sebesar 50 %. Sebaiknya gaharu ditanam pada awal musim hujan, agar bibit yang ditanam mempunyai waktu yang cukup panjang untuk tumbuh dan berkembang, sehingga pada musim kemarau pertama tanaman sudah cukup kuat untuk menghadapi keadaan cuaca yang kering dan panas di lapangan.
Sesuai dengan sifat fisiologis pohon gaharu yang mempunyai sifat toleran (memerlukan naungan) pada awal pertumbuhannya ( vegetaif growth ), maka persiapan lahan tanaman perlu diiringi persiapan pohon penaung. Letak tanaman ditata dalam jalur berjarak 3 atau 6 m yang dibersihkan secara jalur sekitar 1 m dan pohon atau semak di sekitarnya dibiarkan sebagai penaung. Jarak tanam dalam jalur 3 m atau 6 m, lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Modifikasi jarak tanam ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi tapak setempat jenis pohon penaung yang sudah ada dengan pengaturan pohon penaung sebesar 50 %. Sebaiknya gaharu ditanam pada awal musim hujan, agar bibit yang ditanam mempunyai waktu yang cukup panjang untuk tumbuh dan berkembang, sehingga pada musim kemarau pertama tanaman sudah cukup kuat untuk menghadapi keadaan cuaca yang kering dan panas di lapangan.
c. Pola Tanam
Pola tanam budidaya gaharu disesuaikan dengan sifat fisiologis tumbuhan inang gaharu yang memerlukan pohon penaung. Beberapa teknik alternatif yang dapat diterapkan antara lain dengan memanfaatkan pohon penaung yang sudah ada (sistem perkayaan jalur) dan pembutan hutan tanaman dengan menanam pohon penaung jenis cepat tumbuh (pola hutan campuran), baik pada hutan produksi maupun hutan rakyat. Pola penaung pada hutan alami (sistem perkayaan) dapat diterapkan dengan membebaskan tajuk pohon penaung yang sudah ada. Menurut Surata (2002) pertumbuhan inang gaharu jenis Gyrinops verstegii (Gig) Dom di Pusuk Pulau Lombok, paling baik bilamana ditanam di bawah naungan pohon hutan alam 50 % (Tabel 2). Penggunaan naungan ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau pertumbuhan tinggi, diameter, dan persen tumbuh lebih baik serta warna daun lebih hijau, jumlah daun lebih banyak, dan kondisi vigor tajuk tanaman lebih sehat; demikian sebaliknya yang dengan tanpa penaung pertumbuhan tanaman lebih rendah. Penggunaan pohon penaung mempengaruhi iklim mikro seperti meningkatkan kelembaban udara serta menurunkan intensitas penyinaran, temperatur udara dan temperatur tanah pada musim kemarau dan hal ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan gaharu di daerah kering Nusa Tenggara yang mempunyai iklim kering yang agak panjang (8 bulan).
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan akan sangat menentukan produksi gaharu pada saat tegakan masih muda. Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda, pemeliharaan tegakan lanjutan, dan perlindungan tanaman. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan sejak bibit ditanam di lapangan sampai terbentuknya tegakan hutan yaitu pada saat tajuk hutan mulai menutup meliputi penyulaman, penyiangan, dan pandangiran. Penyulaman dilakukan dua kali yaitu pada tahun tanam berjalan dan umur satu tahun sampai tercapainya persen tumbuh 80 %. Penyiangan dilakukan 2 kali setahun atau disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan gulma dan pendangiran dilakukan setahun sekali. Pemeliharaan tegakan lanjutan dilakukan sejak tajuk hutan menutup dengan pohon penaung sampai tegakan mencapai umur panen gaharu dengan melakukan pemangkasan dan penjarangan pohon penaung yang ditujukan untuk memberi kesempatan tumbuh yang sebaik-baiknya pada setiap pohon inang gaharu. Pemeliharaan tegakan juga dilakukan pada inang gaharu yang terlalu rapat, dilakukan untuk mengurangi terjadinya persaingan antar pohon dalam rangka meningkatkan kesehatan, kualitas, dan nilai tegakan. Penjarangan pohon inang gaharu bisa juga didahului dengan mempercepat mengadakan penularan secara intensif pada pohon yang akan dijarangi selagi pohon masih muda, sehingga apabila pohon tersebut dipotong hasil penjarangan bisa dimanfaatkan.
Bagus seklai artikelnya, bolehkah disertai dengan gambar untuk kami mengetahui perbedaan dari jenis gaharu yang disebutkan... terimakasih
BalasHapusBagus sekali,
BalasHapus